SATPOL PP
Satuan Polisi Pamong Praja yang dimiliki oleh instansi Pemerintahan Daerah saat ini nampak semakin seram. Semakin sering kita mendapat berita tentang operasi atau razia yang dilakukan oleh korps ini dengan sasaran masyarakat umum. Gelar operasi umumnya bersifat penertiban dari mulai menyasar pedagang kaki lima hingga ke pengunjung hotel dan penghuni kamar sewa. Melihat apa yang menjadi target operasi korps Satpol PP , layak untuk dipertanyakan apakah sesungguhnya yang menjadi landasan filosofi awal dibentuknya korps ini di Pemerintahan Daerah.
Pamong Praja adalah kata lain dari Pegawai Negeri. Ini adalah para pejabat atau pemangku kepentingan pemerintahan untuk melaksanakan tugas melayani masyarakat dan menyelenggarakan proses ketatanegaraan di tingkat daerah atau pada satu wilayah. Kata Pamong Praja identik dengan sikap yang mengayomi, melayani dan melaksanakan kewajiban sebagai penyelenggara negara. Mereka digaji dan diberi fasilitas yang bersumber dari kas negara. Dalam melaksanakan tugasnya tidak tertutup kemungkinan seorang pamong praja melakukan pelanggaran disiplin atau pelanggaran hukum. Untuk pelanggaran hukum bagi pamong praja berlaku ketentuan sebagaimana masyarakat sipil yaitu berurusan dengan pihak berwajib dalam hal ini Kepolisian atau Kejaksaan. Sekarang ditambah lagi KPK. Untuk pelanggaran kedisiplinan pamong praja berhadapan dengan penegak aturan internal yang ada di jajaran Pemerintahan Daerah. Di instansi militer dan kepolisian pengawasan dan penegakan kedisiplinan dilakukan oleh korps Polisi Khusus .Dan di Pemerintahan Daerah oleh Satpol PP.
Tugas utama polisi khusus ini adalah menegakkan disiplin internal. Mereka tidak berwenang melakukan penindakan atas kesalahan atau pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh siapapun diluar instansinya. Itu sebabnya lingkup operasi tugas korps polisi khusus ini hanya meliputi instansinya saja. Polisi Militer melakukan razia dan penindakan atas pelanggaran kedisiplinan terhadap para prajurit TNI dari mulai tingkat bawah hingga yang paling tinggi. Dan mereka pulalah yang terdepan dalam menangani segala bentuk pelanggaran hukum yang dilakukan oleh seorang anggota TNI atau Polisi. Pelanggaran yang dilakukan oleh anggota TNI tidak diserahkan ke kepolisian atau kejaksaan untuk menanganinya tetapi oleh korps Polisi Militer. Kecuali jika ada hal-hal yang menyangkut kepentingan rakyat sipil.
Melihat maksud dan tujuan dari dibentuknya korps polisi khusus pada satu instansi pemerintahan maka tentunya hal ini juga berlaku bagi Satuan Polisi Pamong Praja. Polisi Pamong Praja seharusnya bertugas menegakkan kedisiplinan para pamong praja atau pegawai negeri. Demikian pula jika terjadi pelanggaran hukum , maka Satpol PP lah dari pihak Pemerintahan Daerah yang menyerahkannya ke kepolisian atau kejaksaan untuk diproses lebih lanjut. Kecuali jika sang pamong praja tersebut melakukan pelanggaran hukum di wilayah umum dan sudah ditangani oleh kepolisian.
Apa yang terjadi saat ini adalah bentuk penyimpangan dari tugas dan fungsi Satpol PP. Semestinya penanganan pelanggaran hukum atau ketertiban terhadap masyarakat sipil sepenuhnya menjadi wewenang kepolisian. Satpol PP sama sekali tidak memiliki dasar hukum untuk mengambil tindakan karena proses penyelidikan dan penyidikan merupakan wewenang pihak yang berwajib dalam hal ini Kepolisian. Ketertiban dalam wilayah sipil adalah tugas kepolisian untuk menegakkannya. Polisi dapat melakukan razia kepada masyarakat atas kelengkapan surat kendaraan, ijin usaha, ijin menetap dan perijinan lainnya sesuai persyaratan Undang - Undang. Demikian pula polisi wajib melakukan penertiban lokasi usaha sedini mungkin terhadap mereka yang melanggar ketentuan. Penanganan oleh Polisi akan jauh lebih effektif dan effisien karena tugas polisi sehari-hari memang di ruang sipil. Polisi tentunya lebih terlatih dalam memetakan wilayah kerjanya dibanding Satpol PP. Apalagi polisi sudah terbiasa untuk menangani segala bentuk pelanggaran hukum dan sangat memahami hukum dan ketentuan yang berlaku. Ditambah lagi polisi sudah dilatih dan dididik untuk menangani pelanggaran kedisiplinan oleh masyarakat secara persuasif. Ini berbeda dengan Satpol PP yang latar belakang pendidikannya tidak sebaik Kepolisian.
Apa yang menjadi berita hari ini http://ramadhan.kompas.com/article/read/2016/06/11/03400091/ibu.ini.menangis.saat.dagangannya.disita.karena.berjualan.siang.hari.di.bulan.ramadhan?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Khlwp
sungguh suatu ironi. Karena ketidak cakapan emosi para petugas Satpol PP , mereka justru terjebak melakukan perbuatan zolim pada saat dimana umat Islam diperintahkan untuk menjauhi kezaliman. Alih-alih melakukan penertiban mereka justru menyakiti perasaan mahluk Allah yang berusaha memperoleh nafkah dengan segala keterbatasannya. Seandainya tugas ini diemban oleh petugas Kepolisian penanganannya pasti berbeda.
Apa yang terjadi selama ini adalah penyimpangan dalam penugasan Satpol PP. Tugas dan fungsi satpol PP harus dikembalikan sesuai dengan tujuan semula. Saat ini satpol PP telah berkembang menjadi korps body guard para pejabat Pemerintah Daerah ( Pamong Praja ). Mereka menjadi pengawal bupati , walikota dan gubernur. Bahkan dibeberapa daerah menjadi tukang pukul pejabat Pemda. Ini harus dihilangkan. Beberapa waktu lalu berhembus wacana untuk mempersenjatai Satpol PP. Jika ini terwujud maka angkatan kelima akan lahir di negeri ini. Inilah angkatan yang paling menakutkan karena akan berpeluang menjadi fasis. Agar kita tidak terjebak tumbuh sebagai negara fasis , maka repositioning terhadap Satpol PP mutlak harus dilakukan. Kembalikan Satpol PP pada tujuan dan fungsi semula dan jangan biarkan ini tumbuh menjadi angkatan kelima.
Komentar
Posting Komentar