PANCASILA - Dasar & Falsafah Negara

Pancasila yang telah diputuskan dan disepakati oleh para Founding Father kita sebagai dasar Negara Republik Indonesia ternyata sampai sekarang masih terbengkalai. Pernah mengalami polemik tentang siapa yang merumuskan , sehingga sempat muncul dua versi yaitu versi 1 Juni dan versi yang bukan 1 Juni. Bahkan sempat muncul program pendidikan khusus tentang Pancasila yang bernama Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Saking khususnya pendidikan ini sampai menjadi syarat mutlak bagi seorang calon
sarjana untuk penyelesaian tugas akhirnya. Tapi ternyata hingga saat ini kwalitas kehidupan bangsa Indonesia tidak beranjak dari masa 30 tahun yang lalu. Itu sebabnya saya berpendapat bahwa Pancasila hingga saat ini masih terbengkalai, karena sebagai dasar negara dan falsafah hidup berbangsa dia belum bisa mewujudkan jati dirinya dalam pembangunan hidup berbangsa.

Siapa yang salah ? Tidak ada yang salah , karena mencari-cari salah berarti mencari kambing hitam. Yang benar adalah : Pancasila bukanlah makhluk hidup , dan karenanya tidak akan pernah bisa menjadi sakti . Oleh sebab itu untuk dapat mewujudkan Pancasila sebagai dasar dan falsafah bernegara tidak dapat dengan mensakralkannya dan memuja-mujanya apalagi menjadikannya sebagai jimat. Tidak bisa hanya dengan mendendangkannya setiap hari kemudian Pancasila tiba-tiba maujud menjadi sakti dan memberi peran dalam pembangunan bangsa. Pancasila adalah konsep bernegara yang sangat komprehensip. Sebagai konsep dia menuntut adanya implementasi yang sesuai dengan semangat moral yang dibawanya dan tidak boleh disimbolisasi. Simbolisasi atas Pancasila apapun bentuknya hanya akan menjadikannya sebagai jimat. Oleh sebab itu langkah pertama yang harus dilakukan jika ingin memberdayakan Pancasila adalah stop dan hentikan segala bentuk simbolisasi Pancasila. Jika ini tidak dapat dihentikan maka saya haqul yakin Pancasila tidak akan pernah berdaya dan akan tetap terbengkalai. Padahal sebagai sebuah konsep yang strategis Pancasila seharusnya sudah maujud sejak puluhan tahun yang lalu. Sayang jika konsep yang begitu dalam filosofinya ini dibiarkan merana sementara belum ada manusia Indonesia masa kini yang mampu menyusun konsep filosofi yang lebih baik dari itu.

Pancasila telah disusun dengan sangat cermat. Jika kita cermati maka urut-urutan yang ada dalam Pancasila mengandung nilai prioritas yang tidak bisa dibolak-balik. Membolak-balik urutan Pancasila hanya akan membuat nasib bangsa ini terbolak-balik. Yang saya maksud dengan membolak-balik disini bukan hanya dalam arti kata pengucapannya tetapi lebih penting lagi adalah dalam penerapannya. Coba kita simak , saat Bung Karno sebagai perumus Pancasila , khilaf akan rumusannya sendiri , dan memaksakan faham komunisme untuk mendapat tempat di negeri ini , apa yang kemudian terjadi ? Politik Nasakomnya menuai masalah yang sangat besar. Kemudian Soeharto yang mencoba bertangan besi dan memerintah secara represif dengan mengabaikan sila ke Tuhanan, Kemanusiaan, Kerakyatan dan berdalih memperkokoh persatuan untuk meraih kesejahteraan , apa yang terjadi ? Pembangunan memang ada tetapi timpang dan tidak berkwalitas dan pada akhirnya berujung dengan lengsernya beliau. Kualat ? Sebaiknya kita tidak memakai kata ini karena nanti saya khawatir Pancasila akan kita sakralkan dianggap sakti dan kemudian disembah-sembah. Mewujudkan Pancasila bukan dengan jalan disakralkan tetapi dengan diamalkan sebagai falsafah hidup bernegara. Karena falsafah negara maka untuk mengamalkannya harus dimulai oleh para pejabat negara sebagai penanggung jawab kehidupan bernegara. Tidak perlu rakyat disuruh untuk mengamalkannya karena itu bukan falsafah hidup bermasyarakat. Oleh sebab itu tidak perlu ada pedoman pelaksanaan Pancasila oleh rakyat karena konsep Pancasila itu disusun sebagai dasar negara dan oleh karenanya tanggung jawab pelaksanaannya ada ditangan penyelenggara negara.

Benarkah jika kita melaksanakan Pancasila dalam kehidupan bernegara secara acak , membuat bangsa ini tidak pernah meraih cita-citanya ?. Mari kita cermati dan renungkan setiap makna yang ada dalam Pancasila.

KeTuhanan Yang Maha Esa. Makna sila ini mensyaratkan bahwa negara Indonesia harus dikelola dan dibangun dengan moral agama sebagai fundamentalnya. Dan kita menyadari bahwa tidak ada nilai-nilai moral yang lebih luhur diluar nilai-nilai moral agama. Jadi mutlak bahwa syarat ke Tuhanan ini harus dipenuhi dalam arti mereka yang tidak ber Tuhan tidak berhak untuk menjadi warga negara. Pengertian melaksanakan ke Tuhanan ini harus utuh dalam arti negara tidak boleh memfasilitasi segala bentuk penyembahan selain hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian segala bentuk simbolisasi yang berujung pada pemberhalaan harus dihapuskan. Hentikan kebiasaan membuat patung termasuk patung Pancasila karena hanya menghambur-hamburkan uang dan hampa makna.

Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Dalam hidup bernegara memang harus memiliki hukum positif yang baik. Namun bisakah kita melaksanakan sila ini tanpa terlebih dahulu membentuk moral beragama ?. Bagaimana kita dapat menjadi manusiawi dan beradab jika kita masih minim dengan moral agama atau ke Tuhanan.

Persatuan Indonesia. Ini adalah yang selalu diidam-idamkan saat ini karena rasa persatuan kita sebagai bangsa sudah mulai terkoyak. Kenapa kita merasa sulit bersatu sebagai bangsa dan cenderung saling mencurigai satu sama lain ? Itu karena sistem hukum kita yang tidak tegas. Kita belum bisa mewujudkan sila yang kedua dari Pancasila sehingga rasa adil itu tidak ada dan keadaan ini memicu masing-masing warga merasa tidak percaya terhadap yang lain. Karena merasa bisa dizalimi , maka sikap yang muncul adalah curiga. Rasa saling tidak percaya ini telah mengikis rasa nasionalisme kita dari waktu ke waktu.

Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan. Iklim kehidupan berpolitik di negeri ini sudah menjadi pemicu atas keretakan hidup berbangsa. Kita telah gagal pada sila pertama, kedua dan ketiga maka sangat sulit mewujudkan sila yang satu ini. Kita lihat pola pikir para politisi kita yang makin mengerucut hanya untuk kepentingan pribadi dan golongannya saja. Rakyat semakin terabaikan. Panggung politik kita sudah menjadi tontonan yang makin memuakkan bagi sebagian rakyat terbukti dari angka Golput yang terus meningkat.Kita lihat bagaimana para politisi yang pada masa kampanye mengobral janji bahkan dengan memakai simbol-simbol agama tetapi setelah terpilih justru berkhianat. Bagaimana mereka akan dapat menjadi lembaga perwakilan rakyatnya jika mereka senantiasa mengkhianati platform politiknya. Betapa anehnya jika partai-partai politik yang berbendera atau berbasis agama yang sama masih tetap tidak dapat bersatu ? Bukankah hal ini sama artinya dengan memperdagangkan agama tersebut. Sila pertama Pancasila mensyaratkan agama sebagai moral utama dalam berbangsa. Namun kegagalan dalam implementasi sila pertama ini berdampak pada kehidupan beragama yang justru menistakan agama itu sendiri. Praktik dagang agama dalam berpolitik adalah bukti nyata atas hipotesis ini.

Keadilan Sosial Bagi Selutuh Rakyat Indonesia. Coba kita renungkan , bisakah sila ini jadi kenyataan jika kita telah gagal pada 4 sila lainnya ? Bagaimana keadilan sosial akan terpenuhi jika politisinya hanya sibuk memikirkan dirinya sendiri. Partai politik mengingat rakyat hanya pada masa-masa kampanye saja. Bagaimana mereka akan memperjuangkan kesejahteraan rakyat jika yang ada dibenak mereka hanya bagaimana cara membalas budi para bandar partai yang telah menggelontorkan uangnya atau mengerahkan segala effortnya untuk kemenangan partai?

Jadi saya sangat yakin bahwa pelaksanaan sila-sila yang ada dalam Pancasila tidak bisa dibolak-balik. Jangan berharap ingin mewujudkan keadilan sosial jika sila lainnya tidak dipenuhi. Atau mungkin ada yang berpendapat, kan bisa saja melaksakan 4 sila tanpa sila yang pertama. Toh itu hanya soal ke Tuhanan. Percaya atau tidak , kemerdekaan bangsa ini sudah diproklamirkan dengan kalimat : Berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Dan kita sudah berbulat tekad bahwa kehidupan bernegara harus dilandasi dengan filosofi agama. Lantas kalau sudah berbulat tekad kemudian tidak melaksanakannya bukankah itu namanya munafik. Dan adakah sikap-sikap munafik dapat menghasilkan hal-hal yang baik dan meyakinkan ? Jadi jangan berharap akan mewujudkan kehidupan berkemanusiaan yang adil dan beradab jika dalam kehidupan beragama masih compang-camping. Dan jangan harap bisa bersatu jika kita masih belum beradab. Karena persatuan membutuhkan adab sebagai syarat utamanya.

Mari pada kesempatan memperingati proklamasi kemerdekaan yang ke 64 ini kita gunakan untuk merenungkan adakah kita sudah melaksanakan Pancasila dalam kehidupan bernegara dengan yang sebenarnya. Yang saya khawatirkan adalah kita menyalahkan dasar negara Pancasila saat menemui kenyataan bahwa kehidupan kita dalam berbangsa tidak kunjung membaik. Jangan sampai taktik makan strategi. Mari kita renungkan sebab-sebab rakyat senantiasa belum sejahtera. Kita bisa memulainya dengan menariknya dari sini. Kemudian kita lihat sebaik apakah kehidupan berdemokrasi kita ( sila 4 ). Kemudian kita periksa tingkat persatuan kita sebagai bangsa. Kemudian kita tarik lagi ke sila kedua adakah kita sudah adil dan beradab dalam menjalankan kehidupan bernegara. Maka kita akan sampai pada penyebab utama yaitu ternyata kita masih menafikkan Tuhan dalam kehidupan ini. Ini terutama dalam kehidupan bernegara karena Pancasila adalah dasar negara dan falsafah dalam bernegara. Oleh sebab itu saya himbau kepada siapa saja yang bertanggung jawab atas pengelolaan negara , segeralah memperbaiki hal yang satu ini karena waktu kita sudah sangat sedikit. Yakinlah bahwa kondisi bangsa yang carut marut ini dan tak kunjung habis dirundung masalah penyebab utamanya adalah pada sila yang pertama ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puasa Untuk Menjadi Pribadi Yang Bertakwa (Kajian 6)

AL FATIHAH