BUDAYA POLITIK

Menjelang memasuki usianya yang ke 64 thn proklamasi kemerdekaan negara kita, masih banyak permasalahan berbangsa yang memprihatinkan.Dalam dunia politik tercatat 2 kali sudah bangsa ini mengalami pergantian kepemimpinan dengan cara yang kurang elok.Saat ini dimana euphoria politik mencapai puncaknya juga masih belum terlihat adanya tanda-tanda bahwa perjalanan politik bangsa akan lebih baik dari yang sebelumnya. Dari hasil Pemilu yang baru saja berakhir , kita lihat bahwa gejala lama penyakit politisi kita kambuh lagi. Berdasarkan rumor yang beredar di surat kabar, dapat kita amati bagaimana para politisi kita
saat ini sedang melakukan hitung-hitungan politik untuk meraih posisi yang diimpikan. Model-model politik dagang sapipun mulai menyeruak. Pihak yang kalah dan tadinya gembar-gembor akan menjadi oposisi , mulai pasang kuda-kuda untuk lobi posisi dengan pihak pemenang yang menjadi lawan langsung saat pemilu. Terlalu banyak kompromi politik di negeri ini , sehingga arah pembangunan bangsa menjadi tidak jelas. Oposisi yang seharusnya sangat diperlukan sebagai pihak penyeimbang dan melakukan fungsi kontrol menjadi kabur karena keserakahan untuk memperoleh kursi. Sampai saat ini masih jarang kita dapati politisi yang benar-benar memegang teguh idealisme perjuangannya. Bagi mereka tidak penting memegang idealisme kalau tidak memiliki posisi. Mereka berdalih bahwa untuk memperjuangkan idealisme harus ada posisi. Itu sebabnya kita selalu mendengar janji yang disampaikan saat kampanye selalu berbunyi :"Kalau kelak saya terpilih maka saya akan ........". Jadi mereka baru akan berjuang ( kalau tidak lupa ) kalau mereka mendapat posisi. Kalau tidak dapat , ya tidak jadi berjuang. Disini terlihat dengan jelas betapa mereka tidak memiliki keikhlasan untuk mengabdi kepada negara. Kita semua tahu bahwa pengabdian kepada negara tidak akan pernah kering dan selalu menanti sepanjang hayat dikandung badan. Dan pengabdian tidak berarti harus mendapat posisi secara politik. Kita lihat banyak warga negara yang bukan politisi tetap melakukan pengabdian sesuai bidang kehidupan yang dijalaninya. Para pedagang, pekerja sosial, para profesional mereka banyak yang berusaha mengabdi sesuai batas kemampuan yang dimiliki tanpa menunggu menjadi orang penting.

Jika dilihat dari sejarah perjalanan bangsa , memang harus diakui bahwa bangsa ini telah gagal melahirkan manusia-manusia politik yang siap menjadi negarawan dan melakukan pengabdian semata hanya untuk keberhasilan bangsanya. Yang terlahir hingga saat ini kebanyakan adalah para binatang politik hasil dari pendidikan politik yang salah kaprah. Hal ini jauh berbeda jika dibandingkan dengan masa-masa pergerakan bangsa dahulu. Dahulu kita banyak memiliki politisi yang berwawasan nasional, dan lebih mementingkan bangsanya dibanding dirinya sendiri. Entah kenapa seiring berjalannya waktu , kwalitas politis dan ideologis anak bangsa terkikis sedikit demi sedikit. Mungkin kita bisa mengambil potret panggung politik ini sebagai bahan renungan di saat kita memperingati hari proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus di tahun ini.

Salah satu kebiasaan buruk kita dalam berpolitik , adalah selalu mencari pihak yang salah atau kambing hitam setiap terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan. Kebiasaan ini mulai muncul sejak jatuhnya rezim Bung Karno dan pemimpin baru menarik garis pembatas dengan membuat dikotomi Orde Lama - Orde Baru. Maka terciptalah paradigma bahwa permasalahan yang dialami bangsa adalah akibat dari kesalahan orang-orang Orde Lama yang diidentikkan dengan pengikut atau pendukung Bung karno. Maka semua hal yang berbau Soekarno harus dibabat habis seakan Bung Karno dan para pendukungnya adalah virus bangsa yang harus dibasmi. Mulai dari sini timbullah budaya dendam politik , sehingga siapa saja yang memiliki pandangan atau visi politik yang berbeda haruslah dipandng sebagai lawan dan karenanya harus dicurigai dan kalau bisa dibasmi. Budaya ini tanpa sadar terus hidup hingga saat ini , dan ini dapat kita lihat bagaimana partai politik saat ini yang begitu banyak semuanya memiliki kelengkapan partai yang bertugas melindungi partai dari siapa saja yang dianggap sebagai musuh. Hal ini tercermin dari pembentukan Satgas Parpol lengkap dengan atribut-atributnya yang mirip militer. Belum lagi jika dilihat pelatihan yang diberikan atas satgas-satgas tersebut tidak ada hubungannya sama sekali dengan fungsi partai politik. Anehnya semua partai politik menolak jika disebut militeristis. Mereka semua menolak dominasi militer bahkan berteriak anti militeristik dan berjuang mengurangi peran militer di panggung politik tapi membangun militeristik internal. Sikap ambigu ini terjadi karena tingginya rasa saling curiga atas sesama anak bangsa. Dan ini sebenarnya merupakan potensi besar terjadinya perpecahan , karena sikap curiga seperti ini pasti akan mengikis rasa nasionalisme. Politisi kita sangat mudah terdikotomi oleh para pengamat politik yang sering membedakan antara lawan dan kawan politik. Padahal sejatinya didalam politik tidak ada kawan dan lawan yang langgeng. Seharusnya para politisi tidak mudah terperangkap dalam dikotomi ini , dan tidak gampang menganggap setiap orang yang berbeda pandangan , visi atau platform politik sebagai lawan. Kita harus bisa menganggap setiap perbedaan adalah potensi untuk meraih keberhasilan , bukan sebagai batu sandungan. Lihat betapa banyak partai politik yang harus terpecah hanya karena masing-masing kader tidak dapat menerima adanya perbedaan. Kalau begini yang terus terjadi lantas kapan kita akan utuh sebagai bangsa. Bukankah jika setiap perbedaan harus disikapi dengan perpisahan maka akan sangat mungkin Republik ini akan terpecah menjadi negara-negara kecil karena masing-masing wilayah merasa tidak cocok dengan Pusat. Jangan katakan bahwa hal ini tidak mungkin terjadi. Tanda-tanda kearah itu sudah mulai terlihat dan akan menjadi kepastian jika kita tidak segera merubah perilaku kita dalam berpolitik.

Kepada para elit partai , akhirilah kebiasaan saling menyalahkan. Persoalan bangsa ini adalah kesalahan dan tanggung jawab kita semua. Kita tidak bisa melemparkan kesalahan kepada Bung Karno, Bung Harto atau Bung-bung lainnya. Kenyataannya saat ini kita masih melakukan kesalahan-kesalahan yang juga sama. Jangan mudah terdikotomi, jangan mudah mencurigai pihak yang berbeda pendapat sebagai lawan politik. Hapuskan satgas-satgas dan jadikan semua pihak yang berseberangan sebagai mitra berlatih agar kwalitas ideologis dan politis makin terasah. Rampingkan jumlah partai politik , karena besarnya jumlah partai adalah cermin bahwa kita sulit bersatu. Jangan terbuai dengan romantisme bahwa multi partai adalah cermin demokrasi. Hapuskan pula fraksi di parlemen , karena filosofi fraksi adalah melanggengkan budaya feodalisme. Partai tidak perlu mengontrol wakil rakyat di parlemen karena sejatinya mereka adalah wakil rakyat dan bukan wakil partai. Bukankah kesetiaan terhadap partai harus berakhir saat kita sudah terpilih oleh rakyat apakah itu sebagai presiden ataupun sebagai wakilnya di parlemen. Lakukan oposisi atas dasar platform dan semangat kebangsaan. Jangan beroposisi hanya karena kalah suara. Dan juga jangan paksakan untuk meraih posisi bagi kader yang dijagokan karena hal itu hanya akan melanggengkan politik dagang sapi. Hapuskan sistem setoran dalam merekrut kader yang akan dikirim ke parlemen. Praktik ini sama artinya dengan mempraktekkan sistem kapitalisme didunia politik. Saya yakin tidak ada satupun parpol atau politisi yang mau disebut sebagai kapitalis. Oleh karena itu hentikan kapitalisasi politik karena hanya akan merusak moral berbangsa. Rakyat merindukan praktik-praktik politik yang sehat dan apik. Lakukan oposisi dalam artian sesungguhnya. Jangan mendemonstrasikan demokrasi dengan gebrak meja dan caci maki. Apalagi di depan publik ataupun media massa. Jangan mudah menudingkan jari menyalahkan pihak lain. Semakin irit anda mengumbar komentar , semakin elok dimata rakyat. Beri kesempatan kepada kader-kader terbaik partai untuk tampil menjadi calon pemimpin bangsa. Jadikan partai politik sebagai kawah candradimuka tempat para calon pemimpin bangsa mematangkan dirinya. Hindarkan partai menjadi kerajaan modern yang hanya untuk membesarkan trah sang ketua umum. Sudah bukan saatnya lagi bagi kita untuk memelihara mental ndoroisme. Biarkan kader-kader terbaik bangsa lahir dari tangan dingin anda , maka andapun akan dikenang sepanjang masa.

Bagi seluruh rakyat Indonesia , mari kita terima siapapun yang telah terpilih untuk menjadi wakil rakyat apakah itu di parlemen atau sebagai presiden di istana negara. Beri mereka kesempatan untuk membuktikan janji-janji kampanyenya. Jika mereka salah ingatkan dengan cara-cara elok. Dan jika masih tetap salah karena memang senang melakukan kesalahan , maka lupakan mereka pada pemilu mendatang. Jangan mau menerima pemberian apapun untuk memberikan suara bagi mereka. Mari kita tutup peluang terjadinya money politics walaupun kita merasa senang dan juga membutuhkan. Ingat, dihadapan Allah dosa sipenerima suap sama besarnya dengan yang memberi suap. Jangan hanya karena kebutuhan sesaat , kita mengorbankan kepentingan hidup berbangsa yang akan mendatangkan penderitaan yang lebih berat. Tidak perlu demo-demo apalagi yang anarkis , cukup dengan tidak memilih untuk menghukum perilaku mereka. Mari kita juga berusaha untuk menjadi warga negara yang baik , agar kelak kalau anda menjadi politisipun anda sudah terbiasa berperilaku elok. Ingat perilaku para politisi semakin buruk karena saat mereka belum terekrut menjadi politisi , mereka terbiasa berperilaku tidak elok.

Sudah saatnya bagi kita untuk segera berbenah diri. Saat ini kita sudah tertinggal jauh dari negara-negara tetangga. Kita masih memiliki potensi yang besar untuk meraih keberhasilan. Kekayaan sumber alam kita adalah potensi yang luar biasa walaupun sudah banyak dikuras. Kondisi perekonomian global sudah menunjukkan tanda-tanda bahwa sentra kekuatan ekonomi akan bergeser. Mari kita satukan langkah. Lupakan segala perbedaan. Tidak ada Orde Lama, Orde Baru apalagi Orde Reformasi. Yang ada adalah Bangsa Indonesia yang sejarahnya telah terajut sejak sebelum dijajah Belanda hingga saat ini. Tidak boleh ada bagian sejarah yang terhapus apalagi dihapuskan. Kita tidak akan pernah menjadi bangsa besar jika tidak pandai menghargai sejarahnya sendiri. Sejarah adalah bagian terpenting dari suatu bangsa karena dengan itu kita dapat mengetahui , mempelajari dan mempersiapkan diri menyambut masa depan. Tidak boleh ada yang terpenggal satu episode pun.

Mari kita contoh bangsa-bangsa yang lebih dulu berhasil meraih keberhasilan. Kunci utama mereka adalah persatuan atau nasionalisme. Mari kita bangkitkan nasionalisme ini. Dan mari kita manfaatkan peluang Liberalisme dunia. Jangan takut dengan sistem liberalisme yang sekarang digembar-gemborkan. Sistem tetap sistem , penentu keberhasilan adalah manusianya bukan sistemnya. Lihat apa yang diperbuat oleh RRC dalam memanfaatkan liberalisme dunia. Negara yang berbasis sosialisme ini berhasil dengan cerdik mengakali perhitungan para pemodal barat sehingga berhasil menguasai pasar ritel dunia. Bahkan Jepangpun kelabakan. Apa bedanya kita dengan bangsa China dan Jepang. Sama-sama Asia, sama makan nasi dan sama berukuran sedang. Apalagi ? Hanya attitude dan culture yang membedakan antara kita dengan mereka. Mari kita kembalikan semangat Bambu Runcing yang dulu pernah kita miliki. Ingat bahwa filosofi bambu runcing adalah Persatuan akan menghasilkan Kekuatan. Jadi , mari kita galang koperasi / kooperasi diantara kita dimulai dari panggung politik terus melebar ke bidang ekonomi. Maka kebangkitan kita sabagai bangsa hanya soal waktu.

Wilayah nusantara masih terbentang dari Sabang sampai Merauke . Wilayah yang diproklamirkan pada 64 tahun yang lalu masih terjaga utuh. Dan situasi ekonomi global ibarat sang Purnama yang bersinar terang. Cahayanya menebar janji perubahan kepada siapa saja yang bersungguh-sungguh mau merubah apa-apa yang ada dalam diri mereka. Ibarat pesan yang tersirat dalam syair lagu jawa kuno : "Mumpung Padang Rembulane , Mumpung Jembar Kalangane". Agar kita dapat sampai pada bait terakhir : "Yo Surak o , Surak : Hooreeee ".

Note : Mumpung Padang Rembulane : Selagi bulan bersinar terang
Mumpung Jembar Kalangane : Selagi wilayah masih luas
Yo Surak o , surak Horee : Ayo bersorak : Hooreee.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puasa Untuk Menjadi Pribadi Yang Bertakwa (Kajian 6)

PANCASILA - Dasar & Falsafah Negara

AL FATIHAH