Berkorban Untuk Mencapai Kebenaran Yang Sesungguhnya ( Kajian 7 )


 " Sekali kali engkau tidak akan sampai pada kebenaran yang sesungguhnya sebelum engkau mengorbankan apa-apa yang engkau cintai ".

Proses akhir perjalanan spiritual keagamaan adalah mencapai kebenaran yang sesungguhnya. Kebenaran yang bersifat hakekat. Bukan kebenaran semu berdasarkan dalil-dalil dan aturan yang dibuat oleh manusia. Tetapi menemukan kebenaran hakekat atas segala ketentuan dan hukum yang Allah tentukan. Segala syariat dan ibadah yang dijalani tidak dipahami secara tekstual. Tetapi dijalani karena keyakinan berdasarkan hakekat kebenaran. Dia menjalani shalat secara hakekat. Begitu pula ibadah-ibadah lainnya. Dan dia menaati semua hukum berdasarkan hakekatnya. Tidak terikat pada konteks syariat.

Allah mengajarkan bahwa untuk mencapai itu semua diperlukan pengorbanan. Dan pengorbanan itu bukanlah pengorbanan yang biasa. Tetapi dengan mengorbankan apa-apa yang dicintai. Ini bukanlah hal yang mudah. Teramat banyak diantara manusia yang kala harus melakukan pengorbanan selalu mempertimbangkan hal-hal lain. Bermacam dalih digunakan untuk menghindari pengorbanan itu. Terutama jika itu menyangkut harga diri, ego dan hawa nafsunya.

Pengorbanan atas apa-apa yang dicintai tidak harus berupa harta. Nabi Ibrahim As diuji Allah untuk mengorbankan anak yang dicintainya. Para nabi semuanya diuji Allah untuk mengorbankan apa-apa yang dicintainya. Dikorbankan hanya untuk memenuhi perintah Allah. Nabi Nuh dengan putranya. Nabi Luth dengan istrinya. Nabi Yaqub juga dengan putranya. Dan nabi Muhammad dengan para kerabatnya. Semua Allah uji untuk dilihat manakah yang lebih diutamakan. Perintah Allah atau ego pribadi. Ego pribadi menyangkut segala macam perasaan. Rasa sayang, rasa kasihan, rasa sedih adalah bentuk ego pribadi.

Bagaimana dengan kita yang manusia biasa ini bisa mengorbankan apa-apa yang dicintai ? . Secara syariat Allah menurunkan ilmu NYA untuk manusia. Yaitu dengan mengeluarkan sebagian dari harta yang Allah berikan kepadanya ( zakat ). Sedekah, infaq adalah ilmu untuk belajar berkorban. Namun dalam bersedekah ini masih banyak diantara kita yang memilih-milih. Padahal itu adalah ilmu yang Allah ajarkan agar mampu mengorbankan apa-apa yang dicintai. Berapa banyak diantara kita yang untuk bersedekah selalu mencari uang receh ? Berapa banyak diantara kita yang suka menyumbangkan pakaian atau barang bekas ? Padahal firman Allah : " Janganlah engkau bersedekah dengan sesuatu yang engkau memandangnya dengan memicingkan mata ". Dan Allah pun telah mengancam dengan azab yang pedih kepada mereka yang enggan menolong dengan yang berharga.

Ibadah haji hakekatnya adalah pengorbanan. Maka korbankanlah segala ego dalam menjalaninya. Jangan pernah merasa tersinggung jika tidak dipanggil " haji " karena sudah beribadah haji. Dan jangan pula merasa harus disanjung dan dihormati karena sudah merasa menjadi Islam yang komplit karena ibadah haji. Begitu pula dengan kehidupan sehari-hari. Hakekatnya adalah pengorbanan. Allah akan melihat apakah kita sudah mampu menjadi pribadi yang mengorbankan egonya. Yang tidak mau menang sendiri. Tidak merasa benar sendiri. Tidak merasa yang paling baik, paling alim dan paling beriman. Lalu mengolok yang lain sebagai non muslim. Agamanya bukan Islam. Dan dengan mudah memberi lebel kafir atau sesat. Jika kita masih senang melakukan hal-hal itu maka itu adalah tanda belum mampu mengorbankan apa-apa yang dicintai.

Menyembelih hewan kurban adalah salah satu bentuk pengorbanan yang Allah sunahkan. Hewan kurban itu adalah dari golongan hewan ternak. Bukan binatang liar. Apakah menyembelih hewan kurban karena Allah adalah bentuk pengorbanan atas apa-apa yang dicintai ? Iya. Itulah contoh kongkrit dari firman Allah diatas. Karena pada masa-masa lalu hewan ternak adalah simbol status. Seseorang yang sudah berhasil membesarkan hewan ternaknya tentulah amat berat jika diminta untuk mengorbankannya. Apalagi itu dipandangnya sebagai harta yang menjadi modal usaha. Dari penjualan hewan ternak itulah dia mendapatkan ganti yang sesuai. Lalu tiba-tiba dia diminta untuk mengorbankannya. Bukankah ini cukup berat ? 

Seperti itulah makna pengorbanan yang sesungguhnya. Yaitu mengorbankan apa-apa yang dicintai. Ada rasa berat dalam hati namun itu dikalahkannya karena ingin memenuhi perintah Allah. Begitu pula dengan pengorbanan yang tidak berupa harta benda. Apa-apa yang berhubungan dengan ego pribadi bukanlah hal yang mudah untuk dikorbankan. Bagi mereka yang mampu melakukannya hanya karena berharap ridho Allah maka itulah bentuk pengorbanan yang dimaksud dalam ayat Allah diatas.

Ilmu Hikmah adalah ilmu Allah. Yang akan DIA berikan kepada siapa yang dikehendaki. Dengan ilmu inilah seseorang akan sampai pada kebenaran hakekat atau kebenaran yang sesungguhnya. Yang hanya bisa didapat jika telah mampu mengorbankan apa-apa yang dicintainya. Maka orang yang memiliki hikmah hakekat ini adalah orang yang sudah tidak memiliki ego dan ambisi apapun dalam hidupnya. Dia telah berhasil melepaskan diri dari segala ikatan duniawi. Tidak ada lagi yang dimilikinya. Karena semua itu adalah milik Allah. Tidak ada lagi keinginannya kecuali berharap ridho Allah. Dan tidak ada lagi yang dipertahankan untuk dirinya ( ego ) karena dia sudah dikuasai Allah. Dia sudah menyerahkan dirinya kepada Sang Khalik yang juga mencurahkan cinta Nya kepadanya. 

" AKU tidak akan mencintai hamba KU sehingga dia mengerjakan hal-hal sunah. Jika AKU telah mencintai hamba KU maka AKU akan menjadi matanya saat dia melihat. AKU akan menjadi telinganya saat dia mendengar. Dan AKU akan menjadi tangannya saat dia memukul ".


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puasa Untuk Menjadi Pribadi Yang Bertakwa (Kajian 6)

Apakah Itu Menyekutukan Tuhan (Kajian 3)

Apakah Itu Islam (kajian 2)