Sikap Politisi Senayan

Dalam sidang paripurna DPR untuk mendengar dan memutuskan hasil Pansus Bailout Century , kita disuguhi tontonan yang sangat tidak mengenakkan. Dari sejak dibacanya pandangan fraksi-fraksi oleh ketua Pansus Idrus Marham tontonan tidak elok sudah menyeruak. Teriakan huu oleh beberapa politisi senayan fraksi Demokrat sungguh tidak layak dilakukan oleh mereka yang menamakan dirinya wakil rakyat. Pantaskah mereka yang menyandang predikat terhormat tersebut berperilaku layaknya anak jalanan ( maaf ).

Jelas nampak dalam tayangan Metro TV bagaimana seorang Roy Suryo yang menyebut dirinya pakar telematika sambil cengengesan meneriakkan huu lewat mikrofon didepannya saat ketua Pansus membacakan pandangan fraksi. Dan dia tidak sendirian . Apakah para politisi ini tidak berpikir bahwa menghormati orang lain apalagi yang sedang membacakan laporan sesungguhnya sama dengan menghormati diri sendiri. Tidakkah mereka sadar bahwa dalam berpolitik itu sangat diperlukan yang namanya etika. Suka atau tidak suka dengan apa yang sedang disampaikan oleh seorang pembicara ,  kita harus menghargainya.  Ini  adalah cara jika ingin menjadikan diri ini sebagai pribadi yang bernilai. Entah mengapa begitu banyak politisi kita yang tidak berusaha menghormati konstituennya yang telah rela memberikan suaranya. Bukankah jika sang politisi berperilaku tidak elok ini juga mencerminkan citra sang pemilih.  

Dalam episode Pansus Century ini memang kita banyak disuguhi tontonan yang menelanjangi watak asli politisi kita. Tanpa sadar mereka telah memperlihatkan siapa sesungguhnya mereka. Pihak yang merasa dipojokkan , dalam hal ini adalah partai Demokrat , berusaha membela diri sekuat tenaga. Saking semangatnya mereka sampai lupa untuk memperhatikan norma etika yang berlaku bagi orang yang mengemban amanah sebagai wakil rakyat. Melecehkan orang lain , bahkan dengan nada dan kalimat yang tidak sopan seakan bukan hal yang tabu. Padahal panggung politik bangsa ini sejatinya mencerminkan watak bangsa secara keseluruhan. Jika kita masih belum jelas seperti apakah potret diri kita sebagai bangsa ,  kita dapat memakai panggung politik senayan ini sebagai cermin. Inilah potret diri bangsa. Memalukan ? Ya. Kita tidak boleh malu untuk mengakuinya dan tidak pula bisa menampik dengan mengatakan itu kan hanya oknum tertentu. Terbukti sikap masyarakat kitapun saat ini juga terbelah. Ini adalah hal yang wajar. Pro kontra adalah cermin demokrasi. Namun yang menyedihkan sikap pro kontra tersebut lebih didasarkan pada fanatisme sempit. Karena saking kuatnya sikap pro yang dimiliki merekapun mengabaikan hal-hal normatif untuk dicermati.  Jika banyak anggota masyarakat menganggap biasa sikap para politisi yang tidak etis tersebut maka kelak jika mereka menjadi wakil rakyatpun pasti akan melakukan hal yang sama. Saya bukan pada posisi untuk pro dan kontra dengan apa yang sedang terjadi. Hal yang lebih menjadi perhatian saya adalah masalah moral. Karena memang disinilah kita sebagai bangsa memiliki problem yang sangat besar.

Kita tahu banyak permasalahan  dalam kehidupan bernegara ini yang hingga kini tidak kunjung berakhir. Jika kita saat ini masih belum berhasil menjadikan diri sebagai bangsa yang mandiri ini bukanlah disebabkan oleh kesalahan diluar kita. Dengan Malaysia , India dan Afrika Selatan kita sudah sudah tertinggal jauh. Padahal saat Afrika Selatan dilanda kemelut perang saudara kita sudah menghirup udara kemerdekaan. Bahkan kondisi secara keseluruhan kita lebih baik. Namun sekarang Afrika Selatan sudah melaju didepan , kita masih terseok-seok ditempat , masih berkutat dengan problem kesulitan memenuhi kebutuhan hidup standar. Kemiskinan makin marak , namun pegawai negeri dan politisinya makin kaya. Apakah semua keadaan ini adalah hal yang wajar ? .


Kita harus sadar bahwa korupsi di negeri ini sudah benar-benar mengerikan. Terjadinya skandal bank century juga tidak terlepas dari faktor ini. Sangat mudah dimengerti oleh siapapun yang sedikit tahu soal management , bahwa masalah krisis likuiditas yang dialami oleh bank century adalah problem salah urus. Dan untuk bank salah urus yang proses mergernya juga bermasalah tidak ada alasan bagi negara untuk melakukan bail-out apalagi harus dengan mengubah aturan perbankan terlebih dahulu. Saya sangat prihatin dengan sikap politisi kita yang menghabiskan waktu, tenaga, pikiran dan anggaran negara hanya untuk tarik ulur atas sesuatu yang sudah sangat gamblang. Mengapa bangsa ini sejak dulu rela mengorbankan semua energy hanya untuk dan atas nama pribadi-pribadi tertentu. Ini semua disebabkan karena mental kita dalam berbangsa dan bernegara ini yang harus dibenahi. Mengapa kita selalu sulit untuk mengakui telah terjadinya kesalahan. Bukankah manusia itu tidak selamanya benar . Dan bukankah dengan meminta maaf atas kesalahan itu justru lebih terhomat dibanding ngotot mempertahankan kesalahan.


Dalam topik kasus century saat ini , sangat jelas hanya demi untuk membela orang-orang tertentu yang secara moral harus bertanggung jawab , politisi kita di Senayan tidak segan-segan melakukan hal-hal yang memalukan. Sampai-sampai seorang mantan Waprespun dipermalukan. Padahal yang bersangkutan sejauh ini sudah mengambil langkah yang tepat. Kalau saja sang wapres pada waktu itu tidak memberikan perintah penangkapan terhadap pemilik Century dapat dipastikan saat ini dia sudah diluar negeri. Anehnya justru perintah penangkapan itulah yang dipersoalkan. Seperti inikah sikap moral yang harus dipertahankan ? Kapan negeri ini akan berhasil meraih cita-cita yang diamanahkan oleh UUD 45 jika kwalitas politisi kita masih seperti ini.


Bercermin dari apa yang telah terjdi di gedung wakil rakyat saat ini , sudah saatnya bagi kita semua untuk mulai secara bersama-sama membenahi problem utama kita ini. Kita memiliki problem yang sangat mendasar yaitu : Moral yang memperihatinkan. Semua yang terjadi saat ini adalah kesalahan kita bersama. Para politisi yang sekarang bertengkar di Senayan itu bisa berada disana juga karena kita yang memilihnya. Sebenarnya problem moral ini sudah sangat lama terjadi , namun lagi-lagi setiap ada pemilu kitapun ramai-ramai memberikan suara kita tanpa ada rasa tanggung jawab sedikitpun. Mengapa saya katakan demikian ? Adakah diantara orang-orang yang memberikan suaranya itu mengetahui secara pasti program kerja caleg yang dipilihnya. Apakah kita semua mengetahui apa program kerja yang dimiliki SBY saat dia maju pilpres. Yang kita tahu hanya janji. Dan kita tahu bahwa janji bukanlah jaminan. Seharusnya yang kita tagih adalah program kerja. Jika sang calon tidak memiliki program yang jelas , jangan berikan suara. Jika ini yang terjadi saya yakin kebusukan moral politisi dan pejabat negara dapat berangsur-angsur dikurangi. Mengapa ? Karena menjadi terbiasa untuk tidak mudah berjanji. Kita harus ingat bahwa kebiasaan mudah berjanji akan mendorong kita menjadi mudah untuk menggampangkan sebuah tanggung jawab. Bahkan mengacuhkannya. Inilah sikap moral yang harus diperangi..

Lantas apakah dengan sikap masyarakat yang selektif seperti itu lantas politisi kita di parlemen menjadi santun ? Sangat mungkin. Karena dapat kita lihat secara jelas bahwa banyak politisi kita di Senayan yang mengumbar sikap pura-pura. Lihat bagaimana mereka bersikap saat bersidang dan bagaimana pula sikap mereka saat diwawancara oleh media massa. Mereka pandai menjual kepura-puraan karena mereka yakin benar bahwa masyarakat masih mudah untuk dibohongi. Ini terbukti dengan mudahnya mereka memperoleh suara masyarakat meskipun secara moral mereka tidak tergolong orang yang baik. Kalau kita sering merasa , loh kok gini ya .. atas apa yang terjadi di Parlemen , itulah tanda kita sudah salah dalam memilih. Oleh karena itu sebagai ujud tanggung jawab kita jangan terlalu menyalahkan mereka dulu. Mari kita salahkan diri sendiri yang terlalu gampang memberikan suara. Sikap terlalu gampang dan menggampangkan ini harus dihapus. Inilah sikap tidak bertanggung jawab yang laten. Tidak terasa namun memberi dampak buruk yang berkepanjangan. Oleh karena itu marilah kita mengajak seluruh masyarakat untuk sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara. Berhak untuk memberikan suara namun juga wajib mempertanggung jawabkan suara yang diberikan. Oleh sebab itu jangan sembarangan memberikan suara anda. Suara kita mencerminkan harga diri kita. Tinggi rendahnya harga itu tergantung bagaimana kita menghargainya. Jika kita terlalu murah memberikan harga maka kitapun akan dihargai murah oleh mereka yang kita pilih. Sakit kan?.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puasa Untuk Menjadi Pribadi Yang Bertakwa (Kajian 6)

JIHAD ( Kajian 8)

AL FATIHAH