Hati - Jendela Jiwa & Nafsu


Dalam diri manusia ada segumpal daging. Jika baik amal seseorang maka akan baik pula dia. Namun jika buruk amal seseorang maka buruk pulalah dia. Segumpal daging itu adalah Qalb. Ini adalah penjelasan seorang Rasul Allah Muhammad saw untuk menunjukkan betapa amal perbuatan yang kita lakukan akan sangat berpengaruh terhadap qalb atau yang kita kenal dengan hati. Kitapun sering mendengar ungkapan : suara hati. Seperti apakah suara hati itu dan bagaimanakah dia bersuara ?.


Manusia memiliki kelebihan dibanding makhluk-makhluk Allah lainnya. Salah satu kelebihan itu adalah adanya hati yang merupakan instrumen jiwa dalam menunjukkan eksistensinya. Yang dimaksud hati disini tentunya bukan hati dalam pengertian medis yang  disebut liver. Hati disini adalah suatu rasa yang ada dalam dada yang merupakan pusat pertempuran hawa  nafsu dalam diri kita. Hati inilah yang akan merefleksikan kondisi kwalitas jiwa seseorang. Jika kita mengenal istilah mata adalah jendela hati , maka hati adalah jendela jiwa. Dalam proses penciptaan manusia , Allah meniupkan rohNya dan kemudian mengambil sumpah. Setelah itu sang Roh yang merupakan perwujudan Allah atas makhluk ciptaannya menempati raga yang telah ditetapkan yang kita kenal sebagai tubuh dari ujung rambut hingga ujung kaki. Selanjutnya Roh menjalani proses kehidupannya di dunia hingga batas waktu yang ditentukan. Dalam menjalani hidupnya sang Roh ditugaskan untuk beribadah hanya kepada Allah dan harus mampu memerangi musuh utamanya agar berhasil keluar sebagai pemenang yang merupakan syarat kemuliaan dalam hidup selanjutnya. Sebagai dzat Allah maka Rohpun memiliki fitrah suci. Namun seiring dengan perjalanan hidup di dunia Roh dapat terlumuri oleh kotoran dan hilang kesuciannya akibat hawa nafsu. Dan nafsu yang merusak itu bernama : Syetan..

Dalam Al Furqon Allah menjelaskan bahwa : " sesungguhnya syetan adalam musuhmu yang nyata ". Pengertian 'mu' disini adalah Roh yang merupakan dzat sang Pencipta. Artinya bahwa musuh sejati Roh atau sang jiwa ini adalah syetan. Allah mewariskan kepada setiap manusia dan jin hawa nafsu. Sebagaimana ciptaan Allah lainnya maka hawa nafsu pun Allah ciptakan berpasangan. Baik dan buruk. Yang diridhai dan yang dimurkai. Syetan adalah sebutan Allah untuk nafsu yang dimurkai. Dan pribadi yang telah dikuasai oleh hawa nafsu yang dimurkai itu Allah menyebutnya telah menjadi syetan. Dan arena yang menjadi ajang perebutan oleh syetan adalah hati. Hati inilah yang secara terus menerus akan diupayakan untuk dikuasai oleh syetan. Itu sebabnya Allah dalam kurun waktu tertentu menurut kehendakNya mengutus manusia yang dipilihNya untuk menjadi utusanNya guna mengingatkan manusia akan bahaya syetan.

Manusia dalam menjalani kehidupannya tidak dapat dilepaskan dari pengaruh hati. Segala aktifitas manusia bahkan bekerjanya organ-organ tubuh juga disebabkan oleh hati yang merupakan tempat bersemayamnya Roh. Selama Roh masih bersemayam maka selama itu pula organ-organ tubuh masih bisa bekerja. Termasuk proses bekerja otak. Sebagai pusat pengatur aktivitas otak memiliki peranan penting dalam menentukan setiap tindakan yang diambil oleh manusia. Dan apa yang terproses dalam otak tidak dapat terlepas dari apa yang direfleksikan oleh hati kita. Itu sebabnya mengapa hati yang bersih juga akan menghasilkan pola berpikir yang bersih. Demikian sebaliknya jika hati kita kotor. Oleh karena itu bagi setiap diri yang sadar akan arti pentingnya kehidupan setelah kehidupan dunia , usaha membersihkan hati adalah hal yang harus terus diupayakan.

Sebagai ajang pertempuran yang harus dikuasai , syetan juga tidak akan begitu saja menyerahkan wilayah ini kepada Sang Jiwa. Oleh karenanya pertempuran untuk memenangkan wilayah ini akan terus berlangsung hingga tiba saatnya Sang Roh pergi ketempat yang telah ditentukan oleh sang Pencipta. Proses peperangan ini sering kali sangat berat dan  melelahkan. Godaan dan gangguan akan terus menerus dilancarkan oleh syetan. Disamping Tuhan juga akan menurunkan cobaanNya untuk menguji dan melatih agar Sang Roh semakin teguh dan kuat. Itu sebabnya setiap jiwa yang telah berikrar untuk beriman kepadaNya akan menerima cobaan demi cobaan dari Sang Maha Pengasih. Ujian dan cobaan ini bukanlah untuk menjatuhkan justru sebaliknya untuk semakin memperkuat. Karena syetan sungguh telah bersumpah untuk menggelincirkan anak cucu Adam hingga datangnya kiamat. Oleh sebab itu bekal agama merupakan hal mutlak untuk dimiliki oleh setiap diri yang menginginkan keselamatan. Agama tidak untuk membelenggu atau mempersulit. Justru agama memiliki fungsi untuk menyelamatkan diri ini dari kehancuran. Ritual-ritual agama yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh keikhlasan memiliki kekuatan yang besar untuk memperkuat Roh. Itu sebabnya setiap ritual agama harus dijalani secara kerohanian. Artinya bahwa Sang Roh harus sungguh-sungguh terlibat. Tidak bisa ritual tersebut dilaksanakan hanya secara fisik saja.

Dalam proses pelatihan untuk memperkuat jiwa , maka hal-hal yang dapat berakibat langsung maupun tidak langsung melemahkan jiwa haruslah dihindari. Jiwa adalah Ruh Allah yang memiliki sifat immaterial dan suci. Karena sifatnya yang non materi , maka jiwa tidak akan pernah bisa dipuaskan oleh hal-hal yang bersifat materi. Ini berlawanan dengan upaya syetan yang selalu menggoda manusia dengan hal-hal yang bersifat materi. Kalau syetan berorientasi pada kesenangan maka jiwa berorientasi pada kebahagiaan. Kesenangan hanya bisa terpenuhi oleh yang bersifat materi , sedang kebahagiaan hanya terpuaskan oleh non materi. Kesenangan bersifat temporer sementara kebahagiaan bersifat abadi. Kalau syetan mendesakkan nafsu , maka Roh/Jiwa menumbuhkan keikhlasan / kepasrahan. Dua sifat yang berbeda inilah yang harus dipahami terlebih dahulu agar kita dapat menerima ketentuan-ketentuan yang ada dalam agama. Jika dalam agama kita diharuskan meninggalkan perbuatan-perbuatan tertentu dan meningkatkan perbuatan tertentu yang lainnya semua itu adalah dalam rangka mencapai keberhasilan dalam pelatihan Jiwa. Itu sebabnya jika kita telah memutuskan untuk memperkuat Jiwa , maka ritual-ritual ibadah adalah suatu keharusan. Sebaliknya pada saat yang sama hal-hal yang bersifat memuaskan nafsu secara berangsur mulai ditinggalkan.

Apakah kita bisa meningkatkan kwalitas Jiwa tanpa ritual ibadah yang diajarkan agama ? Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus ingat bahwa Jiwa adalah perwujudan dzat Allah dalam diri makhluk ciptaanNya. Oleh sebab itu maka upaya meningkatkan kwalitasnya hanya dapat dilakukan dengan cara-cara mengagungkan Dia. Tanpa upaya mendekatkan diri kepada Dia dan tanpa mengagungkanNya maka mustahil sang Jiwa akan terpuaskan. Bukankah Yang dimiliki hanya bisa terpuaskan oleh Yang Memiliki ? Oleh sebab itu peningkatan kwalitas jiwa tanpa menjalankan syariat agama sama dengan berjalan ditengah malam buta tanpa penerangan dan petunjuk apapun. Kita akan bergerak tanpa arah yang jelas dan membuat sang Jiwa makin merana.

Jika syetan hanya akan mendesakkan nafsu sementara Jiwa melahirkan keikhlasan , maka kita perlu berhati-hati terhadap setiap tindakan ataupun keinginan yang orientasinya adalah untuk memuaskan nafsu. Keinginan yang sangat kuat dalam diri untuk memperoleh sesuatu apapun sifatnya sangat perlu untuk diwaspadai. Apakah itu hanya untuk memenuhi kebutuhan badaniah atau ibadah sekalipun. Dalam kitab suci Allah mengingatkan untuk tidak sekali-kali beribadah sacara riya. Hal-hal yang bersifat riya rawan muncul jika dalam diri kita muncul keinginan / nafsu yang berlebihan. Sebagai misal : beribadah ke Masjid yang diiringi dengan nafsu berlebih harus diwaspadai. Kita tetap harus berhati-hati karena segala nafsu adalah milik syetan. Demikian pula dalam menjalani ritual ibadah lainnya. Karena dalam melatih Jiwa inipun disyaratkan adanya kesabaran. Dan yang dimaksud dengan kesabaran tidak hanya dalam menghadapi kesulitan ataupun cobaan tetapi juga dalam beribadah.

Dalam Islam diajarkan ritual-ritual ibadah berupa : shalat , dzikir , puasa dan zakat. Ibadah-ibadah ini mengajarkan satu hal yaitu : Keikhlasan dan kesabaran. Artinya semua ritual ibadah ini tidak akan memberikan makna apapun bagi kwalitas jiwa jika tidak dilakukan dengan kedua hal tersebut. Karena Jiwa ada dalam hati dan hati sifatnya adalah sangat lembut karena ghaib , maka kelembutan juga merupakan syarat untuk menaklukkan hati. Hati yang berhasil dilunakkan oleh shalat , dzikir , puasa dan zakat yang penuh dengan keikhlasan dan kesabaran akan menjadi hati yang sangat lembut dan siap menjadi jendela  bagi sang Jiwa untuk mengaktualisasikan diriNya. Dan hati yang  selalu menjadi pendorong dan penyalur hawa nafsu untuk memperoleh kesenangan akan menjadi sangat keras dan karenanya akan mengurung Jiwa dan membuat Jiwa merana dan sangat sakit. Jiwa yang demikian tidak akan pernah mampu mengaktualisasikan dirinya dan karenanya akan hancur.

Jiwa yang telah berhasil ditingkatkan kwalitasnya akan membuat hati semakin lembut. Kelembutan hati inilah yang akan menghantarkan sang Jiwa untuk menggapai Sang Pemilik , menyatu dan memperoleh cinta kasihNya. Dan firman Allah dalam Al Furqon : " Jika Aku telah mencintai hambaku , maka Aku akan menjadi matanya saat dia melihat , Aku menjadi telinganya saat dia mendengar dan Aku menjadi tangannya saat dia memukul ". Inilah dahsyatnya Jiwa. Kekuatannya yang tanpa batas hanya dapat diwujudkan jika sang Jiwa telah menggapai ridho Sang Pencipta. Dan itu bisa diperoleh melalui penaklukkan hati yang menjadi jendela sang Jiwa. Sebaliknya jika hati menjadi keras dan membatu dia akan menjadi jendela bagi syetan untuk mendesakkan hawa nafsu dan membuat sang Jiwa yang suci menjadi ternoda dan sangat kotor. Padahal sang Jiwa adalah diri kita yang sejati. Tidakkah kita harus berbelas kasih terhadap diri sendiri ?.

Oleh karenanya hati adalah satu-satunya harta paling berharga yang kita miliki. Bukan kesehatan , bukan kekuatan , bukan materi apalagi jabatan. Dialah jendela yang akan menghantarkan kita pada keberhasilan atau kehancuran abadi .

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puasa Untuk Menjadi Pribadi Yang Bertakwa (Kajian 6)

PANCASILA - Dasar & Falsafah Negara

AL FATIHAH