Membangun Negeri : What To Do And How To Do

Unjuk rasa dalam menyikapi 100 hari usia kabinet SBY-Boediono berakhir sudah. Ada sedikit kerusuhan di beberapa kota namun tidak sampai berlanjut. Yang tersisa sekarang adalah pertanyaan : Sampai kapankah unjuk rasa akan terus dilakukan setiap ada hal yang dianggap tidak sesuai. Saya angkat topi atas unjuk rasa yang kemarin dilakukan. Walaupun ada teriakan dan makian namun semuanya berjalan cukup tertib. Proses kedewasaan dalam berunjuk rasa terjadi sudah. Namun apa dan bagaimana selanjutnya ?.
Jika kita lihat sejarah di negeri ini sudah beberapa kali terjadi unjuk rasa besar bahkan sampai menggulingkan pihak yang berkuasa. Tahun 1966 yang melahirkan angkatan 66 dan tahun 1998. Itu unjuk rasa yang berhasil menggulingkan penguasa. Masih ada unjuk rasa besar lainnya seperti Malari 1974 dan Kasus buku putih 1978. Namun perjalanan hidup bangsa masih belum berubah dan masih terseok-seok. Seakan setiap unjuk rasa yang terjadi hanya sekedar untuk memperingati bahwa ada ketidak puasan dan harus ada pelampiasan. Setelah itu kita semua seakan lupa apa yang baru saja terjadi. Mengapa demikian?.

Kita lihat apa yang kita hasilkan setelah 1966. Eksponen 66 selanjutnya banyak yang mendapat kesempatan untuk berkiprah di pemerintahan. Namun ujung-ujungnya mereka juga ikut melakukan hal-hal yang membuat negeri ini tidak berhasil bangkit. Kita lihat pula apa yang dihasilkan dari unjuk rasa 1974 dan 1978. Dan yang terakhir adalah peristiwa 1998. Beberapa eksponen 1998 sudah ada yang duduk di parlemen namun apa hasilnya ? Adakah keadaan sekarang sudah menjawab tuntutan perjuangan 1998 ?. Bahkan kondisi saat ini jauh lebih menyedihkan dibanding sebelum 1998. Sistem politik yang makin buruk dan moral bernegara kita yang makin runtuh. Adakah yang salah ? Tentu ada. Karena tidak mungkin kita terpuruk kedalam kesalahan demi kesalahan jika bukan karena cara kita yang salah. Dalam unjuk rasa kemarin semua komponen yang terlibat semuanya menyuarakan tuntutan apa yang diinginkan. Dan jika disodorkan pertanyaan , apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki keadaan, maka jawabannya adalah pemerintah ini telah gagal dan harus diganti. Atau pemerintah telah melakukan kesalahan karenanya harus dilawan. Bahkan ada usulan yang sangat menakutkan : Revolusi.

Tidak !. Kita tidak boleh melakukan revolusi. Karena revolusi hanya akan semakin membuat rakyat kita sengsara. Siapa yang dapat menjamin bahwa jika terjadi revolusi kita tidak akan terjebak dalam perang saudara ? Ingat secara politik suhu integrasi bangsa ibarat api dalam sekam. Aceh memang sudah tidak ada tuntutan merdeka. Tapi siapa menjamin bahwa itu tidak akan terjadi jika ibu kota Jakarta tidak terkendali karena revolusi ? Siapa yang dapat memastikan bahwa Papua tidak akan bergejolak. Dan bagaimana dengan wilayah lainnya ? Kalimantan misalnya ?. Revolusi adalah tindakan yang penuh resiko dan sama sekali bukan solusi. Kenapa kita selama ini tetap terpuruk dan senantiasa berputar-putar dalam lingkaran setan bahkan sejak Republik ini diproklamirkan. Ini karena kita tidak pernah melakukan perubahan secara konseptual dalam kehidupan bernegara. Tuntutan-tuntutan yang selama ini diteriakkan hanyalah tentang apa-apa yang harus dilakukan. Tetapi kita selalu lupa untuk memikirkan bagaimana cara mencapainya. Kita selalu sibuk dengan what to do dan lupa dengan how to do. Akibatnya setiap ada periode perubahan kita selalu jalan ditempat.

Strategy perjuangan kaum muda harus berubah. Mengapa saya menyatakan kaum muda ? Karena ditangan merekalah perubahan dapat terjadi. Hanya kaum muda yang mampu melakukan perubahan. Beberapa prestasi kaum muda negeri ini sudah dapat kita lihat utamanya dari bidang seni. Musik dan film di negeri ini sudah mengalami perubahan yang sangat pesat. Kwalitas musik dan film kita saat ini sudah jauh diatas mutu film dan musik jaman tahun sebelum 1990 an. Dan itu mereka lakukan tanpa revolusi dan ribut-ribut. Mereka melakukannya secara konseptual. Kalau orang muda kita di bidang seni mampu melakukan perubahan konseptual , kenapa orang muda politik kita tidak bisa. Belajar dari apa yang dilakukan oleh anak muda seni , maka anak muda politikpun harus melakukan hal yang sama. Tinggalkan teori kuno yang mengandalkan  Aksi Massa. Sekarang sudah bukan jamannya lagi melakukan aksi massa. Kita harus menyadari bahwa yang membuat negeri ini tidak mampu bangkit adalah karena kita menerapkan sistem yang keliru. Karena yang harus dikoreksi dan dilawan adalah sistem , maka perjuangan yang harus dilakukan adalah : Perang Pemikiran. Ya , kita harus memulainya dari tataran konseptual. Perjuangan sekarang sudah tidak boleh hanya berputar-putar pada tataran What To Do. Tetapi harus mulai menggarap How To Do nya. Kalau kita menggalang massa untuk melakukan aksi dengan tujuan menekan pemerintah , yakinlah bahwa hasil yang kita peroleh tidak akan banyak berbeda dengan yang dicapai saat ini. Karena yang kita lakukan hanyalah menyampaikan tuntutan. Kita hanya berteriak tentang What To Do.

Di negeri ini telah banyak bermunculan organisasi non pemerintah yang banyak diisi oleh kaum muda. Ini adalah potensi yang luar biasa. Pernahkah terpikir oleh kita untuk menggalang potensi besar ini guna menggodok konsep bernegara yang tepat agar dapat disosialisasikan keseluruh lapisan masyarakat agar jika kelak anak-anak muda ini tampil dipentas politik , mereka tidak gamang atau gagap. Kita juga masih memiliki generasi menengah , muda tidak tuapun tidak , yang masih dapat dimanfaatkan pikirannya untuk berkontribusi membangun negeri. Orang-orang muda kita sekarang luar biasa kritis dan cerdas. Ditambah dengan dukungan teknologi informasi yang powerfull saya yakin perang pemikiran ini akan jauh membawa hasil dari pada menggalang aksi di jalanan.

Embrio gerakan perang pemikiran ini menurut saya sudah muncul. Aksi demo yang dilakukan dengan koordinasi yang cukup baik sehingga berlangsung cukup tertib adalah tanda-tandanya. Saya sendiri menaruh harapan besar pada kelompok Indonesia bersih dan mereka yang tergabung dalam unjuk rasa yang baru lalu. Kerja sama yang terjadi antara mereka adalah modal awal untuk memulai era perang pemikiran. Paling tidak dengan konsep perjuangan ini peluang untuk dimanfaatkan oleh para opportunis dapat dikurangi. Ingat aksi jalanan rawan adanya resiko ditunggangi. Belajar dari aksi mahasiswa pada 1998 dan sebelumnya , yang meraih manfaat justru pihak-pihak yang seharusnya tidak bisa tampil. Oleh sebab itu kita harus membuang jauh keinginan untuk memperoleh hasil instan. Perang pemikiran memang membutuhkan rentang waktu yang cukup panjang. Namun hasilnya jauh lebih baik. Dan membangun negeri memang membutuhkan kesabaran. Tidak boleh grusa-grusu.

Banyak hal yang perlu dirumuskan ulang dalam konsep bernegara. Kita tahu bahwa kita telah memiliki konsep dasar bernegara yaitu Pancasila dan UUD 1945. Kita dapat mulai membahasnya dari sini. Banyak sisi kehidupan bernegara kita yang sudah menyimpang dari konsep dasar ini. Yang harus dilakukan adalah merumuskan bagaimana caranya agar Pancasila dapat diterapkan sebagai falsafah bernegara. Dari mulai sila pertama, kedua dan seterusnya. Bagaimana konsep menata kehidupan beragama. Bagaimana memperbaiki sistem hukum kita. Dan bagaimana menata sistem kehidupan politik kita agar effektif dan effisien. Ini adalah aspek-aspek kehidupan bernegara yang paling mendasar. Tidak ada gunanya kita berdebat panjang soal ekonomi jika hukum dan politik kita masih amburadul seperti saat ini.

Apakah hal ini hanya membuang-buang waktu dan tenaga ? Untuk jangka pendek memang iya. Tetapi untuk jangka panjang akan besar manfaatnya. Hasil rumusan ini masih memerlukan perjuangan panjang. Yaitu sosialisasi ketengah masyarakat dan kesegala lapisan. Konsep ini kita tawarkan kepada para wakil rakyat untuk diperjuangkan. Dan kepada para calon wakil rakyatpun kita berikan harapan untuk memperjuangkannya. Dengan menggalang dukungan masyarakat melalui sosialisasi dan opini, maka wakil rakyatpun akan berpikir ulang jika tidak memperjuangkannya. Apalagi saat ini pemilihan umum sudah dilakukan secara langsung. Dengan adanya sistem pemilihan ini besar harapan untuk memasukkan konsep perjuangan ini ke pentas Dewan Perwakilan Rakyat.

Jadi , tunggu apalagi ? Embrio sudah terbentuk dan peluang masih terbuka. Ayo , orang muda Indonesia , tinggalkan aksi massa. Kita galang forum diskusi antara kita untuk membangun negeri tercinta. Aksi massa hanya kita lakukan untuk sekedar menarik perhatian masyarakat atas perang pemikiran yang kita lakukan. Itupun kalau dipandang perlu dan dengan jumlah massa yang tidak terlalu besar. Karena kekuatan yang kita galang bukan pada jumlah tetapi pada kwalitas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puasa Untuk Menjadi Pribadi Yang Bertakwa (Kajian 6)

PANCASILA - Dasar & Falsafah Negara

AL FATIHAH